Tuesday 17 August 2010

CURHAT SETAN



Salahkah aku bermimpi tentang setan?
Berdosa kah aku?


Entah bagai mana aku bisa berada di ruang itu. Sebuah ruang kosong yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Kosong___

Aku bahkan tak tahu bagaimana mendeskripsikian dan mendefinisikannya. Ruang Itu, hanya sebuah ruangan. Itu saja yang aku tahu. Mungkin lebih mirip pengetahuan yang begitu saja kutahu atau bahkan impresi

"Ruangan apa ini?" Aku bertnya-tanya. Hingga akhirnya, sampailah aku pada sebuah kesimpulan bahwa ini adalah sesuatu di luar hitam dan putih realitas, sesuatu di antara jangkauan dua pilihan. sebuah tempat yang tak pernah di janjikan di dalam kitab suci manapun, sebuah dunia tanpa pahala dan dosa, tanpa benar dan salah, tanpa nilai-nilai, tanpa nama-nama. Begitu saja kutahu kuyakini: mungkin semacam alternatif ketiga selain positif dan negatif, benar dan salah, baik dan buruk, harus dan jangan, panas dan dingin, ya dan tidak dan semua pilihan-pilihan lainnya.

"Inikah Dunia Antara?"

Ruangan ini adalah netralitas yang tak terdistrosi nilai-nilai, selalu lolos dari jebakan takdir. Ruang yang mengambang di saat sebuah koin di lemparkan ke udara, saat ruang pengadilan di tekan tombol pause-nya. saat kebaikan berdamai dengan kejahatan. Saat Tuhan absen dari kemestian rivalitas Setan dan Malaikat.

Setelah beberapa lama menyusuri ruangan itu. Aku mengalaminya. Berdiri dalam jejak-jejak yang hening, aku bertemu dengannya!.

"perkenalkan, nama ku Setan!" katanya. "Seteru abadi Tuhan!"

Namun ada yang aneh dengan dirinya. Aku tahu itu. Wajahnya, Matanya, Tubuhnya, Suaranya, sama sekali berbeda. Tak seperti yang di gambarkan dalam buku-buku, khotbah-khotbah, kitab-kitab suci.Tak ada kulit yang hitam-kemerahan, tak ada wajah yang menyeramkan, tak ada tanduk menjulang, tak ada sorot kekuatan menakutkan dari balik matanya.
"Kau bohong!" kata ku
"Maksudmu?" tanyanya.
"Kau bukan setan."
"Darimana kamu tahu?"
tiba-tiba, pertanyaan terakhirnya membuatku berhenti. Bibirku gemetar. ya, kataku dalam hati darimana aku tahu?

"Entahlah. Tapi, kau tak seperti yang yan selama ini orang-orang katakan tentangmu. Kau tak seperti yang di gambarkan buku-buku atau kitab-kitab suci."
"Ya, ya, memang begitu. Selama ini aku memang di fitnah!"
"Di fitnah? maksudmu?"
"Semacam pembunuhan karakter!"
"Pembunuhan karakter?"
"Ya."
Aku menatapnya sekali lagi
"Kau sedang menyamar!" tuduh ku
"Menyamar? sama sekali tak terpikirkan olehku." katanya
Ya, setan. Aku sama sekali tak melihat kejahatan dan keburukan dalam dirinya. Bagaimana aku tahu? Entahlah, ada semacam perasaan, kesan, pengetahuan yang tiba-tiba, intuisi, atau apapun saja yang membuatku mengganggapnya begitu. Dalam dirinya, yang ada hanya kegalauan. Aku bisa melihatnya dari matanya atau aku bisa merasakanya.

Padaku malam itu, ia lalu berkeluhkesah tentang sepak terjangnya selama ini yang ternyata hanya menjadi sosok yang 'dikorbankan' Tuhan dan penghuni kerajaan surga lainya.

"Kautahu? kebaikan dan keburukan adalah keniscayaan. Tuhan gagal menjadikan dirinya sendiri jika tak ada yan mewakili kebaikan dan keburukan dan, aku melengkapinya. Aku jadi semacam korban!"
Ia terus terus bercerita. Banyak sekali. Hingga mulutnya berbusa-busa. Aku hanya mendengarkan saja. Ia mengeluh tentang bagaimana Tuhan mengorupsi nilai-nilai kebaikan dan memaksa setan untuk menanggung dan bertanggung jawab atas semua nilai-nilai keburukan.
"Tuhan mememilih kawan: "Malaikat." katanya, "dan ia metetapkan seteru abadinya: aku, Iblis, dajjal, dan semua zat negatif lainya!"
"Kau bohong!" kata ku sekali lagi. "Itu tidak mungkin! Tuhan Mahabaik. maha bijaksana. wajarlah segala hal yang baik dinisbatkan padanya!"
Ia kaget. Lalu, Raut wajahnya menjadi sedih.
"Kau, kalian begitu pintar," kata ku lagi. "Kau, kalianlah yang membuat kami melakukan dosa-dosa. Kalianlah yang kelihatnya baik, padahal memaksa kami melakukan kejahatan atas nama kebenaran. Berbuat baik, tapi juga menipu. Tersenyum tapi juga membunuh."
"aku? Oh, itu tidak mungkin!" katanya.
Ia kemudian mengutuk kejahatan manusia yang tega untuk selalu dan terus menerus menimpakan segala kesalahanya padanya, kepada kaumnya."Itu fitnah!" teriaknya berang. Ia mengeluh dan menyesalkan mengapa semua yang ia perbuat semua yang ia katakan, semua yang ia rencanakan, selalu dianggap sebagai "sisi gelap","negatif","jahat","dosa","menyesatkan", dan seterusnya.
"Asal kau tahu! Aku juga ingin berbuat baik sekali, tapi tak pernah bisa! Siapa yang tak adil! Siapa yang menentukan aku tak mungkin berada di sisi kebaikan? Siapa?"
Aku terdiam. Merenung. Ia memang telah "digariskan" dan "ditentukan" untuk menjalankan "peranan" itu. Ia lalu mengisahkan betapa menyakitkan dan tersiksanya selalu berada di posisi yang salah, betapa sulitnya dianggap "musuh yang nyata" di hadapan semua manusia. Betapa susahnya tak punya pilihan untuk tak mungkin berteman dan bersahabat dengan kebaikan.
Ia menangis
Aku jadi kasihan pada nya. Aku merasa bersalah. Aku jadi bertanya, aku merasa bersalah dan berdosa karena tindakanku pada setan? Bukankah dia sebab musabab dari salah dan dosa? tapi kini dia dihadapanku. Jadi, siapakah aktor di balik salah dan dosa?
"Bolehkah aku bertanya?" pinta ku. "Setiap kali aku berbuat dosa, aku selalu berdoa memohon ampun kepada Tuhan dan menyalahkan mu dan kaummu sebagai aktor di balik layar yang selalu berhasil menggodaku untuk melakukan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahn itu. Artinya, aku selalu menjadikanmu sebagai kambinghitam atas apa yang telah aku lakukan__ hal-hal yang salah.Namun setelah melihatmu hari ini, aku jadi sadar bahwa dosa hanyalah ekspesi jujur hari hasratku yang tak bisa dan tak patuh pada kontrol, pada sebuah otoritas yang melarangku melakukan sesuatu. benarkah kau berada di balik semua itu?. Benarkah kau musabab salah dan dosa?"
Ia terkaget. Matanya memancarkan kekecewaan "Tidak."
"OH, maafkan aku" kata ku. "Kalau begitu, mulai sekarang aku tak akan menyalahkanmu. aku akan berdiri pada kehendak bebasku sendiri. Bila aku berbuat salah, akulah yang salah. Bila aku berbuat benar, akulah yang berbuat benar. Aku membangun surgaku sendiri, Maaf aku Tuan Setan"
"Tidak, tidak temanku... eh " ia berhenti, "Boleh kah aku memanggil mu begitu?" tanya nya agak ragu. Mengonfirmasi Kesediaanku.
Aku mengangguk.
"aku memang menggoda" katanya melanjutkan. "tapi aku menggoda mereka dari kediktatoran Tuhan yang membuat hagemoni dan Dominasi nilai-nilai moral atas amkhluknya. Kediktatoran tuhan memukul rata semuanya, diberlakukan secara universal tanpa memahami hasrat setiap individu yang sejatinya ingin bebas. Coba bayangkan aku begitu saja di tetapkan sebagai"si jahat". Apakah aku tidak boleh memilih menjadi "si baik" tersebab aku tak ingin jahat? Parahnya Tuhan menetapkan dosa dan pahala tanpa konfirmasi. Ia yang menentuknya sendiri.
Dulu, aku memang menggoda Adam dan hawa untuk menggigit buah pengetahuan yang dilarang tuhan. Aku hanya ingin adam dan hawa menentukan kehendaknya sendri. Mau makanya makan. Tidak mau, ya tidak mau. Tak boleh dikekang. aku hanya ingin manusia menyadarinya kebebasan. Jangan terjebak pada hidup seperti aku ini yang tak memiliki kebebasan. Aku melakukannya karena aku tau bahwa memecundangi perasan setiap individu dengan dusta-dusta transedental hanya akan mengasingkan manusia dan dirinya sendiri! Dusta-dusta transendental, kau tahu itu? Agama! Dan satu hal lagi, asal kau tahu, kenapa tuhan melarang adam dan hawa memakan buah pengetahuan? Ia pelit! Tuhan ntak ingin berberbagi ilmu pengetahuan pada siapa pun, termasuk manusia, ia ingin menguasainya sendiri, ia takut posisinya dilemahkan oleh pencapaian-pencapain pengetahuan dari makhluk-makhluk penciptaannya sendiri. Tapi aku berhasil melakukan revolusi di kerajaan tuhan, aku berhasil membuat Adam dan Hawa mencicipi buah pengetahuan.
"Tapi Tuhan tak mau ketahuan. Ia lantas pura-pura akan mengajarkan pengetahuan. Itulah sebabnya kenapa ia mengusir dua manusia pertama itu dari kerajaannya. Ia tak mau semua rahasianya makin terbongkar. Ah, seandainya adam dan hawa tinggal di surga lebih lama, aku bisa membongkar semua kedoknya! Tapi,Adam dan Hawa diusir dan tindakan represifnya, aku pun di usir. Jadilah aku makhluk yang sama-sama terjatuh. Kau tau kekuatanku tak sehebat ketika aku di surga! Aku kehilangan banyak Kekuatan."
Aku tercengang mendengar semua ceritanya. "Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyaku.
"Tenang lah. Kau tak sendiri, Temanku!" Tuan Setan kemudian menjabat tanganku. "Kita bersama, Kau dan aku, harus meruntuhkan kediktatoran Tuhan! kita harus melakukan revolusi nilai!"
Dimulai lah secara resmi kami berteman dan meracankan konspirasi agung untuk melawan Tuhan dan Meruntuhkan seluruh sistem nilai yang terlanjur diimani banyak orang.
"Aku yang memimpin" ia menepuk dada
"Aku yang memimpin" kataku tak sudi menjadi bawahan.
"Aku yang memimpin" katanya
"Aku" kata ku
"Aku" katanya
"Aku" kataku.
Lalu, pada ku datang sebuah bisikan. Sesungguhnya, kau di ciptakan dari zat yang lebih sempurna dari makhluk manapun juga, kata bisikan itu.
"Aku lebih sempurna darimu!" kataku tiba-tiba.
Enak aja!" katanya. "Kalau begitu, kita batal berteman! Kau sama saja dengan yang lainnya! Aku kecewa! Aku akan cari teman yang lainya saja!"

lalu dia pergi. Kami tidak sepakat tentang sesuatu, selebihnya, kami memiliki pandangan yang sama.
Adzan subuh membangunkanku. Aku bergegas bangun dan mengambil wudhu. Usai shalat, dengan hati yang berdebar aku bertanya: Salahkah aku bermimpi dengan setan? Berdosakah akU?

Curhat Setan – Karena Berdosa Membuatmu Selalu Bertanya
Fadh Djibran

1 comment:

  1. wah, ni temanku satu organisasi penulisan nih di kampus. Fahd
    djibra. dia anak buahku. cuman beda nasib aja. kkk. but i will write my own ! yeah !

    RC

    ReplyDelete

Terimakasih Telah Berkunjunjung, Budayakanlah Berkomentar. Maksih^^